BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003). Dalam Kurikulum Pendidikan Nasional di Indonesia,
kita mengenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan model kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai
penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini lahir seturut
dengan tuntutan perkembangan yang menghendaki desentralisasi, otonomi,
fleksibilitas, dan keluwesan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengalaman
selama ini dengan sistem pendidikan yang sentralistik telah menimbulkan
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pusat sehingga kemandirian dan
kreativitas sekolah tidak tumbuh. Dalam pada itu pendidikan pun cenderung
mencerabut siswa-siswi dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan
pendekatan baru berupa desentralisasi yang ditandai dengan pemberian kewenangan
kepada sekolah untuk mengelolah sekolah.
Menurut Slamet (2005 : 3), desentralisasi
pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan dan kinerja pendidikan,
baik pemerataan, kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Selain itu
desentralisai juga dimaksudkan untuk mengurangi beban pemerintah pusat yang
berlebihan, mengurangi kemacetan-kemacetan jalur-jalur komunikasi, meningkatkan
(kemandirian, demokrasi, daya tanggap, akuntabilitas, kreativitas, inovasi,
prakarsa), dan meningkatkan pemberdayaan dalam pengelolaan dan kepemimpinan
pendidikan.
Mengacu kepada pendapat Slamet, ada dua kepentingan besar dari
desentralisasi pendidikan, pertama, untuk meningkatkan kinerja pendidikan.
Kedua, mengurangi beban pusat, sebab dikhawatirkan jika pusat terus dibebani
tanggung jawab pengelolaan pendidikan, maka mutu pendidikan akan terus melorot.
Menurut Abdul Kadir (2001 : 1) ada dua isu besar yang mengiringi
pelaksanaan otonomi pendidikan, yakni dimulainya masa transisi desentralisasi
pengelolaan pendidikan dan kecenderungan merosotnya hasil pembangunan
pendidikan yang selama ini dicapai. Sebagaimana dikutip oleh Abdul Kadir : bahwa
salah satu cara yang dapat ditempuh adalah diberlakukannya manajemen pendidikan
berbasis pada sekolah (school based
education) dan model perencanaan dari bawah (bottom up planning). Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian
hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah
mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan,
peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di
setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan".
Salah satu komponen yang didesentralisasi melalui penerapan School Based Management adalah
pengelolaan kurikulum. Menurut Slamet (2005 : 3), kurikulum yang dibuat oleh
pemerintah pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasional. Padahal
kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam
implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya,
memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara
nasional. Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan muatan
kurikulum lokal.
B.
Rumusan Masalah
1. Pengertian Kurikulum secara Umum?
2. Apa pengertian dari KTSP itu?
3. Apa saja hal-hal yang Membedakan KTSP dengan Kurikulum Lain?
4. Bagaimana dan siapa saja yang turut
berperan dalam pengembangan KTSP?
5. Bagaimana Struktur dan Muatan Penyusunan
KTSP?
C.
Tujuan dan Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian Kurikulum
secara Umum?
2. Dapat mengetahui pengertian dari KTSP
3. Dapat mengetahui beberapa hal yang Membedakan KTSP dengan Kurikulum Lain.
4. Dapat mengetahui siapa saja yang turut berperan
dalam pengembangan KTSP.
5. Dapat mengetahui Struktur dan Muatan
Penyusunan KTSP.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurikulum Secara Umum
Untuk
mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan
pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum
dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan
materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun
is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a
plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu
pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti
dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to
be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “
…the curriculum has changed from content of courses study and list of subject
and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices
or direction of school.
Untuk mengakomodasi perbedaan
pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum
dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
- Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
- Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang di dalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
- Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
- Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian
kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal
berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan
kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional
yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum
experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum
yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional
sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”.
B.
Pengertian KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum
operasional pendidikan
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia.
KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008
dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah
sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan
Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI,
namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan
sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk
pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat Standar Kompetensi
(SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL,
ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah.
Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam
arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan
Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan
komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat.
Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun
akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan
masyarakat.
C.
Hal-hal yang Membedakan KTSP dengan Kurikulum
Lain
Dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tiap
satuan pendidikan membentuk suatu tim yang bertugas untuk menyusunnya. Tim
tersebut paling tidak terdiri dari kepala sekolah, guru, dan konselor, dan
dapat melibatkan komite sekolah, nara sumber, atau pihak terkait lainnya, yang
di supervisi oleh Dinas Pendidikan setempat. Tim tersebut akan melakukan suatu
analisis yang meliputi (BNSP, 2006) :
1) Mengidentifikasi SI dan SKL sebagai acuan
dalam penyusunan KTSP.
2) Menganalisis kondisi yang ada di satuan
pendidikan yang meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan,
sarana prasarana, biaya, dan program-program.
3) Menganalisis peluang dan tantangan yang
ada di masyarakat dan lingkungan sekitar : komite sekolah, dewan pendidikan,
dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya
alam dan sosial budaya.
Dalam penysusunan silabus, guru harus mengikuti tahapan sebagai berikut :
1) Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan
Indikator dalam Tema
Kegiatan
pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh
semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata
pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Dalam penjabarannya ke dalam
indikator hendaknya memperhatikan kesesuaiannya dengan karakteristik anak
didik, karakteristik mata pelajaran, dan hendaknya dirumuskan dalam kata kerja
operasional yang dapat diukur.
2) Penetapan Jaringan Tema
Tema
sebenarnya dapat ditentukan lebih dahulu, dengan tentu saja memperhatikan
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Yang terpenting dalam menentukan tema
harus memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa, memperhatikan usia, perkembangan,
minat dan kebutuhan siswa, pengurutan tema dari yang mudah ke sulit, dari yang
sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, serta harus memungkinkan
terjadinya proses berpikir pada siswa. Tema, kompetensi dasar, dan indikator
akan saling berhubungan satu sama lain sehingga membentuk suatu keterakaitan
yang disebut jaringan tema.
3) Pembuatan Silabus
Komponen
silabus terdiri dari : standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,
pengalaman belajar, alat/sumber, dan penilaian
Dalam KTSP,
sedapat mungkin guru menyusun secara mandiri silabusnya, namun bila tidak
memungkinkan dapat bekerja sama dengan guru-guru lain. Di tingkat sekolah dasar
guru-guru dari kelas 1 sampai kelas 6 dapat bekerja sama membuat silabus.
Guru-guru yang merasa kesulitan dalam menyusun kurikulum dapat bergabung dengan
guru-guru dari sekolah dasar lain misalnya dalam forum KKG (Kelompok Kerja
Guru) untuk membuat silabus bersama. Forum KKG ini dapat dioptimalkan sehingga
tidak hanya diwarnai dengan pertemuan yang bersifat kedinasan semata, namun
lebih sebagai wahana untuk guru saling menggali, mendiskusikan, dan mencari
solusi dari permasalahan kurikulum dan pembelajaran. Selama ini KKG memang
masih lebih banyak diwarnai dengan kegiatan dinas, misalnya sarat instruksi dan
ceramah dari supervisor pendidikan atau Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan
berperan sebagai fasilitator misalnya dengan menyediakan guru-guru yang
berpengalaman untuk membantu proses pembuatan silabus tersebut.
Seperti
yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa kurikulum hanyalah salah satu sarana
agar visi pendidikan dapat teraplikasikan. Di sisi lain ada faktor lainnya
misalnya kecakapan guru misalnya dalam menciptakan suasana pembelajaran.
Suasana pembelajaran yang sesuai dengan amanat KTSP adalah proses yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Kurikulum hanyalah sebagai alat
dalam PAKEM sedangkan guru yang cerdas adalah guru yang mampu menciptakan PAKEM
ini.
D.
Pengembangan KTSP
Pada
prinsipnya, KTSP untuk pendidikan dasar dikembangkan oleh setiap sekolah di
bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota. Pengembangan
KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum
yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite
sekolah/madrasah.
Dalam
pengembangan KTSP ini, analisis situasi sekolah sangat perlu dilakukan sehingga
KTSP yang dikembangkan benar-benar didasarkan pada kondisi dan situasi sekolah
(di samping didasarkan pula pada prinsip-prinsip pengembangan KTSP). KTSP yang
dikembangkan berdasarkan analisis situasi sekolah diharapkan akan benar-benar
mencerminkan upaya peningkatan kondisi internal yang ada di sekolah yang
meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana,
biaya, dan program-program lainnya. Di samping itu, KTSP yang baik harus
dikembangkan atas dasar analisis peluang dan tantangan situasi eksternal yang
berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar, yang meliputi : komite
sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri
dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.
E.
Struktur dan Muatan Penyusunan KTSP
1.
Mata Pelajaran
Berisi “Struktur
Kurikulum Tingkat Sekolah” yang disusun berdasarkan kebutuhan siswa dan
sekolah terkait dengan upaya pencapaian Standar Kompetensi Lulusan.
Pengembangan
Struktur Kurikulum dapat dilakukan dengan cara antara lain :
a. Mengatur alokasi waktu pembelajaran “tatap
muka” seluruh mata pelajaran wajib dan pilihan ketrampilan atau bahasa asing
lain.
b. Memanfaatkan 4 jam tambahan untuk menambah
jam pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau menambah mata pelajaran
baru.
c. Mencantumkan jenis mata pelajaran muatan
lokal dalam struktur kurikulum.
d. Tidak boleh mengurangi mata
pelajaran yang tercantum dalam standar isi.
2. Muatan Lokal
Berisi tentang jenis, strategi pemilihan dan
pelaksanaan mulok yang diselenggarakan oleh sekolah. Dalam pengembangannya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler yang
bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan ciri khas dan potensi
daerah, termasuk keunggulan daerah.
b. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan.
c. Substansi yang akan dikembangkan, materinya tidak
menjadi bagian dari mata pelajaran lain, atau terlalu luas substansinya
sehingga harus dikembangkan menjadi mata pelajaran tersendiri.
d. Merupakan mata pelajaran wajib yang tercantum dalam
Struktur Kurikulum.
e. Bentuk penilaiannya kuantitatif (angka).
f. Setiap sekolah dapat melaksanakan mulok lebih dari satu
jenis dalam setiap semester, mengacu pada : minat dan atau karakteristik
program studi yang diselenggarakan disekolah.
g. Siswa boleh mengikuti lebih dari satu jenis mulok pada
setiap tahun pelajaran sesuai dengan minat dan program mulok yang
diselenggarakan sekolah.
h. Substansinya dapat berupa program keterampilan
produk dan jasa.
i. Sekolah
harus menyusun SK, KD dan Silabus untuk mata pelajaran mulok yang
diselenggarakan oleh sekolah.
j. Pembelajarannya dapat dilakukan oleh guru mata
pelajaran atau tenaga ahli dari luar sekolah yang relevan dengan substansi
mulok.
3.
Pengembangan
Diri
a. Bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan, bakat, minat peserta didik, dan kondisi sekolah.
b. Bukan Mata Pelajaran dan tidak perlu dibuatkan SK, KD,
dan Silabus.
c.
Dilaksanakan melalui Ekstrakurikuler.
d. Penilaian dilakukan secara kualitatif (deskripsi), yang
difokuskan pada “Perubahan sikap dan perkembangan perilaku peserta didik
setelah mengikuti kegiatan pengembangan diri”.
4. Pengaturan Beban Belajar
a.
Berisi tentang jumlah beban belajar per mata pelajaran,
per minggu, per semester dan per tahun pelajaran yang dilaksanakan di sekolah
sesuai dengan alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum.
b.
Sekolah dapat mengatur alokasi waktu untuk setiap mata
pelajaran pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun pelajaran sesuai
dengan kebutuhan, tetapi jumlah beban belajar per tahun secara keseluruhan
tetap.
c. Alokasi waktu kegiatan praktik diperhitungkan sebagai
berikut : 2 JPL di sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka dan 4 JPL praktik di luar
sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka.
d. Sekolah dapat memanfaatkan alokasi tambahan 4 JPL dan
alokasi waktu penugasan terstruktur (PT) dan penugasan tidak terstruktur (PTT)
sebanyak 0% - 60% per MP (maks. 60% x 38 JPL = 22 JPL) untuk kegiatan remedial,
pengayaan, penambahan jam praktik, dan lain- lain sesuai dengan potensi dan
kebutuhan siswa dalam mencapai kompetensi pada mata pelajaran tertentu.
e. Pemanfaatan alokasi waktu PT dan PTT, harus dirancang
secara tersistem dan terprogram menjadi bagian integral dari kegiatan belajar
mengajar pada Mapel yang bersangkutan.
f. Alokasi waktu PT dan PTT tidak perlu dicantumkan dalam
struktur kurikulum dan silabus, tetapi dicantumkan dalam Skenario Pembelajaran
Satpel.
g. Sekolah harus mengendalikan agar pemanfaatan waktu
dimaksud dapat digunakan oleh setiap guru secara efisien, efektif, dan tidak
membebani siswa.
5. Ketuntasan Belajar
Berisi tentang kriteria dan mekanisme penetapan
ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Berisi tentang kriteria dan mekanisme kenaikan kelas
dan kelulusan, serta strategi penanganan siswa yang tidak naik atau tidak lulus
yang diberlakukan oleh sekolah.
b.
Penjurusan
Berisi tentang kriteria dan mekanisme penjurusan
serta strategi atau kegiatan penelusuran bakat, minat dan prestasi yang
diberlakukan oleh sekolah, yang disusun dengan mengacu pada panduan penjurusan
yang akan disusun oleh Direktorat terkait.
c. Pendidikan Kecakapan Hidup
1) Bukan mata pelajaran tetapi substansinya
merupakan bagian integrasi dari semua MP.
2) Tidak masuk dalam struktur kurikulum.
3) Dapat disajikan secara terintegrasi dan
atau berupa paket atau modul yang direncanakan secara khusus.
4) Substansi kecakapan hidup.
5) Bila SK dan KD pada mapel keterampilan tidak
sesuai dengan kebutuhan siswa dan sekolah, maka sekolah dapat mengembangkan SK,
KD dan silabus keterampilan lain yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.
6) Pembelajaran mata pelajaran keterampilan
dimaksud dilaksanakan secara komprehensif melalui kegiatan intra kurikuler.
7) Pengembangan SK, KD, silabus dan bahan ajar dan
penyelenggaraan pembelajaran keterampilan vokasional dapat dilakukan melalui
kerjasama dengan satuan pendidikan formal / non formal lain.
d.
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
1) Program pendidikan yang dikembangkan dengan memanfaatkan
keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global.
2) Substansinya mencakup aspek : Ekonomi,
Budaya, Bahasa, TIK, Ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi
pengembangan kompetensi peserta didik.
3) Dapat merupakan bagian dari semua mata
pelajaran yang terintegrasi, atau menjadi mapel mulok.
4) Dapat
diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan / atau satuan
pendidikan nonformal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penyusun dapat mengambil
kesimpulan :
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
sebuah kurikulum operasional pendidikan
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. Dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tiap satuan
pendidikan membentuk suatu tim yang bertugas untuk menyusunnya. Tim tersebut
paling tidak terdiri dari kepala sekolah, guru, dan konselor, dan dapat
melibatkan komite sekolah, nara sumber, atau pihak terkait lainnya, yang
disupervisi oleh Dinas Pendidikan setempat.
B. Saran
Untuk dapat memahami tentang KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) serta
mengimplikasikan dalam dunia pendidikan diperlukan pemahaman dan saling
kerjasama antara guru, masyarakat
dan siswa. Dengan demikian
KTSP dapat dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.
2006. Panduan Penyusunan KTSP Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Kadir
Abdul. 2001. Mencari Pijakan Awal Sistem
Pendidikan Mengawali Otonomi Daerah. Diambil Tanggal 10 November 2007 dari http://www.depdiknas.go.id/jurnal.
Depdiknas.
2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Slamet P.
H. 2005. Handout Kapita Selekta
Desentralisasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama, Depdiknas RI.
How do I make money from gambling? - Work Tomake Money
BalasHapusIf you're looking for ways to make money, you've come to the right place. If you're looking for ways to make money, you've come to หาเงินออนไลน์ the right place. If you're looking for ways to make money, you've come