Jumat, 24 Februari 2012

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DAN SNOWBALL TRHOWING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA


A.    Judul
pengaruh model pembelajaran make a match dan snowball trhowing terhadap hasil belajar siswa pada MATA PELAJARAN MATEMATIKA kelas ii semester 2 SD NEGERI SAMBIROTO 02 KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG tahun pelajaran 2011/2012

B.     Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang paling mendasar dalam kehidupan kita karena pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia sepenuhnya agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, kreatif mandiri dan bertanggung jawab. Pendidikan merupakan transfer of knowledge yang dilakukan guru kepada anak didiknya.
Pemerintah telah banyak melakukan upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Namun keluhan tentang kesulitan belajar masih banyak dijumpai. Tujuan pendidikan tidak akan berhasil tanpa usaha yang dilakukan oleh guru dalam penyusunan model pembelajaran. Tugas guru sebagai pengelola pembelajaran adalah menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan siswa belajar secara berdaya guna dan berhasil guna. Suatu upaya agar tercipta kondisi yang kondusif sehingga siswa dapat belajar secara optimal yaitu dengan melaksanakan pembelajaran yang menggunakan model yang dapat membuat siswa belajar dengan perasaan yang menyenangkan agar siswa dapat ikut tertarik mengikuti pelajaran, agar tercipta pendidiakn yang berkualitas yang sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi.
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi banyak problem permasalahan itu pasti tidak semua permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Tidak sedikit guru merasa kesulitan dalam membelajarkan siswa bagaimana menyelesaikan problem matematika. Kesulitan itu lebih disebabkan suatu pandangan yang menyatakan suatu jawaban akhir dari suatu permasalahan merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Prosedur siswa dalam menyelesaikan permasalahan kurang bahkan tidak diperhatikan oleh guru karena terlalu berorientasi pada kebenaran jawaban akhir. Padahal perlu disadari bahwa proses penyelesain suatu problem yang dikemukakan siswa merupakan tujuan utama dalam pembelajaran pemecahan masalah matematika (Suherman, 2001: 113).
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Begitu pentingnya membangun kemampuan berfikir matematika, maka matematika diberikan kepada semua peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif. Dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika banyak dijumpai permasalahan kurangnya minat siswa, karena kebanyakan dari mereka menganggap matematika merupakan pelajaran yang banyak menggunakan rumus sehingga seorang guru harus menggunakan model pembelajaran yang sedemikian hingga siswa bisa termotivasi untuk mengikuti pelajaran matematika.
Guru haruslah pandai mengelola model pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru masih menggunakan model pembelajaran ekspositori sehingga siswa masih kurang dalam hal kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan sikap sosial. Selain itu, model ini juga membuat siswa merasa jenuh karena mereka tidak bisa menumbuhkan kerjasama dan mengembangkan sikap sosial siswa dalam kegiatan belajar mengajar, dimana kemampuan tersebut dapat berdampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Kejenuhan siswa di SD itu perlu diatasi dengan adanya perubahan model pembelajaran yang digunakan guru. Model pembelajaran yang mampu menjadikan situasi proses belajar-mengajar di sekolah sebagai kegiatan yang lebih mengaktifkan siswa untuk membaca dan memecahkan masalah sendiri dibawah pengawasan dan bimbingan guru. Pemilihan model ini dapat dilakukan melalui kerjasama yang aktif dan kteatif antara guru dengan siswa. Salah satu model yang dapat dilakukan adalah model pembelajaran aktif yang humanis, partisiSemarangf dan memperhatikan keragaman siswa dalam proses belajar-mengajar (Zaini, 2007: xvi).
Model yang bisa digunakan adalah model pembelajaran Make A Match dan model pembelajaran Snowball Throwing. Model pembelajaran Make A Match dan Snowball Throwing dimana siswa melakukan aktivitas bersama teman sekelasnya untuk mencari pasangan soal atau jawaban dan mendiskusikan permasalahan tersebut besama-sama. Model ini akan berjalan maksimal jika pembelajaran melalui pendekatan belajar aktif sehingga membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan.
SD Negeri 02 Sambiroto Kecamatan Tembalang adalah SD yang berada di Desa Sambiroto Kecamatan Tembalang Kaupaten Semarang. Dari hasil pengamatan di kelas II SD Negeri 02 Sambiroto Kecamatan Tembalang diketahui bahwa masih banyak siswa yang belum mencapai KKM yang ditentukan yaitu 6,5. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judulPengaruh Model Pembelajaran Make a Match  dan Snowball Trhowing Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas ii Semester 2 SD Negeri Sambiroto 02 Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012”.

C.    Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang dapat didentifikasi sebagai berikut.
1.      Mengapa hasil belajar pada mata pelajaran Matematika di kelas II SDN Sambiroto 02 rendah?
2.      Mengapa hasil belajar pada mata pelajaran Matematika di kelas II SDN Sambiroto 02 perlu ditingkatkan?
3.      Bagaimana cara meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika di kelas II SDN Sambiroto 02?
4.      Apakah yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika di kelas II SDN Sambiroto 02?
D.    Pembatasan Masalah
Untuk mengefektifkan proses penelitian, peneliti memberikan batasan pekajian masalah yang akan diteliti yaitu untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitan ini dilaksanakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dari segi afektif, kognitif dan psikomotorik. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif  Make a Match  dan Snowball Trhowing. Dalam penelitian ini yang akan digunakan sebagai penelitian adalah mata pelajaran Matematika di kelas II SDN Sambiroto 02. Penelitian ini direncanakan pada Tanggal 4 sampai 27 Januari 2012.

E.     Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman istilah dalam judul di atas maka ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan oleh penulis sebagai berikut:
1.      Pengaruh
Pengaruh merupakan daya yang ada atau timbul dari sesuatu yang berkuasa atau berkekuatan (KBBI, 2005).
2.      Model Pembelajaran Make A Match
Model pembelajaran Make A Match adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pembelajaran  dengan memberi kesempatan pada peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis kepada kawan sekelas (Hamruni, 2009: 290).
3.      Model Pembelajaran Snowball Throwing
Model pembelajaran Snowball Throwing adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, baik dari segi fisik, mental, dan emosionalnya yang diramu dengan kegiatan melempar pertanyaan seperti melempar bola salju (Rahmad, 2009).
4.      Hasil Belajar
Hasil adalah sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan dan seterusnya) oleh usaha (KBBI, 2005). Belajar adalah berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kepandaian (KBBI, 2005).

Jadi, penelitian ini dapat diartikan suatu penelitian ilmiah untuk mengetahui perbandingan hasil belajar matematika yang akan diperoleh siswa apabila seorang pengajar menggunakan model pembelajaran Make A Match dan model pembelajaran Snowball Throwing.

F.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang diberikan model pembelajaran Make A Match dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas ii Semester 2 SD Negeri Sambiroto 02 Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012?”

G.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan hasil perumusan dan hasil pemecahan masalah di atas  maka peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut:
a.       Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran Make A Match dan Snowball Throwing.
b.      Tujuan khusus
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mengikuti pelajaran matematika, sehingga diharapkan hasil belajar akan meningkat.
2.      Manfaat Penelitian
Hasil pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang berarti bagi:
a.       Siswa
1)      Memudahkan siswa dalam mempelajari materi .
2)      Siswa menjadi tertarik terhadap matematika sehingga termotivasi belajar matematika.
b.      Bagi guru
1)      Guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat dalam melakukan pembelajaran.
2)      Guru dapat mengadakan refleksi dan evaluasi terhadap proses pembelajaran.
c.       Bagi peneliti
1)      Dapat menguji perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran Snowball Throwing dengan bantuan modul.
2)      Sebagai latihan sebelum menghadapi proses pembelajaran yang sesungguhnya.

H.    Landasan Teori
1.      Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi denga lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Menurut Dimyati (2006: 295) belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dalam belajar tersebut individu menggunakan ranah-ranah kognitif, afektif, psikomotor. Menurut Gagne (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 22) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Menurut Slameto (2010: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk seperti: perubahan pengetahuan, pemahaman sikap, tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar yaitu :
a.       Perubahan yang terjadi secara sadar
b.      Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
c.       Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
d.      Perubahan dalam belajar bersifat sementara
e.       Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
f.       Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2010: 3-4).
Proses terjadinya belajar sangat sulit diamati. Karena itu orang cenderung memverikasikan tingkah laku yang akhirnya tersusunlah suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar yang bermanfaat sebagai bekal untuk memahami, mendorong, dan memberi arah kegiatan belajar.
2.      Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam  situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual adalah sebagai berikut:
a.       Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
Dalam belajar setiap siswa diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional.
b.      Sesuai hakikat belajar
Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang lain) sehingga mendapat pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.


c.       Sesuai materi atau bahan yang akan dipelajari
Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.
d.      Syarat keberhasilan belajar
Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang (Slameto, 2010: 27-28).
3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu: faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Menurut Slameto belajar siswa dipengaruhi oleh:
a.       Faktor-faktor intern
1)      Faktor jasmaniah
a)      Faktor kesehatan
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu pula, agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahankan kesehatan badannya tetap terjamin.
b)      Cacat tubuh
Hendaknya siswa yang mengalami cacat tubuh, belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya.
2)      Faktor psikologi
a)      Intelegensi
Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.


b)      Perhatian
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya.
c)      Minat
Minat mempunyai pengaruh besar terhadap belajar, karena bila bahan yang dipelajarinya tidak sesuai dengan minat siswa maka, siswa tidak akan belajar dengan baik.
d)     Bakat
Bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya akan lebih baik, karena siswa menyukai pelajaran tersebut.
e)      Motif
Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat dengan baik atau dalam diri siswa mempunyai motif untuk berfikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar.
f)       Kematangan
Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang), jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.
g)      Kesiapan
Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan memiliki kesiapan maka hasil belajar akan lebih baik.
3)      Faktor kelelahan
a)      Kelelahan jasmani
Kelelahan jasmani terjadi karena kekacuan substansi sisa pembakaran didalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.

b)      Kelelahan rohani
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
b.      Faktor-faktor ekstern
1)      Faktor keluarga
a)      Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya.
b)      Relasi antar anggota keluarga
Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik didalam keluarga anak tersebut.
c)      Suasana rumah
Didalam suasana rumah yang tenang dan tentram selain anak betah tinggal dirumah, anak juga dapat belajar dengan baik.
d)     Keadaaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak.
e)      Pengertian orang tua
Anak belajar perlu ada dorongan dan pengertian orang tua.
f)       Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan didalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar.
2)      Faktor sekolah
a)      Metode belajar
Metode belajar yang digunakan guru kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula.
b)      Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, sehingga kurikulum yang baik berpengaruh terhadap belajar.
c)      Relasi guru dan siswa
Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar-mengajar kurang lancar.
d)     Relasi siswa dengan siswa
Menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.
e)      Disiplin sekolah
Agar siswa belajar lebih maju, maka siswa harus disiplin dalam belajar baik di sekolah, di rumah dan di perpustakaan serta memiliki guru dan staf yang disiplin pula.
f)       Alat pelajaran
Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap perlu dilakukan agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran serta dapat belajar dengan baik pula.
g)      Waktu sekolah
Pemilihan waktu yang tepat akan memberi pengaruh positif terhadap belajar.
h)      Standar pelajaran di atas ukuran
Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan siswa masing-masing.
i)        Keadaan gedung
Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung harus memadai didalam setiap kelas.
j)        Metode belajar
Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu.


k)      Tugas rumah
Guru jangan terlalu banyak memberikan tugas yang harus dikerjakan dirumah, sehingga siswa tidak mempunyai waktu.
3)      Faktor masyarakat
a)      Kegiatan siswa dalam masyarakat
Perlu kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan sampai menggangu belajarnya.
b)      Media masa
Siswa perlu mendapatkan bimbingan dan kontrol terhadap media masa yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik didalam keluarga dan masyarakat.
c)      Teman bergaul
Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlu siswa memiliki teman bergaul yang baik dan pembinaan pergaulan yang baik pula serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana.
d)     Bentuk kehidupan masyarakat
Perlu untuk mengusahakan lingkungan yang baik  untuk siswa agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
(Slameto, 2010: 54-71)
4.      Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Chatarina, 2006: 7). Benyamin S. Bloom mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
a.       Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah kognitif mencakup aspek berikut :
1)      Pengetahuan
Pengetahuan dilihat dari segi proses belajar adalah menghafal dan mengingat agar dapat menguasai konsep.
2)      Pemahaman
Pemahaman memiliki tingkatan lebih tinggi dari daripada pengetahuan. Dalam, memahami perlu lebih dahulu mengetahui atau mengenal.
3)      Aplikasi
Aplikasi merupakan penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus.
4)      Analisis
Analisis merupakan usaha memilih atau integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirearkinya atau susunannya.
5)      Sintesis
Sintesis merupakan penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh.
6)      Evaluasi
Evaluasi merupakan pemberian keputusan tentang nilai sesuatu  yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, metode, material dan lain-lain.
(Sudjana, 2006: 22-31).
b.      Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Kategori ranah  afektif adalah sebagai berikut :
1)      Reciving/attending (penerimaan)
Semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
2)      Responding (jawaban)
Reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar.
3)      Valuing (penilaian)
Berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.
4)      Organisasi
Pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5)      Karakteristik nilai atau internalisasi nilai
Keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
(Sudjana, 2006: 22-31).
c.       Ranah Psikomotorik (psychomotoric domain)
Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemauan bertindak. Ranah psikomotor mencakup aspek:
1)      Gerakan refleks
Kemapuan pada gerakan yang tidak sadar.
2)      Ketrampilan gerakan dasar
Ketrampilan yang meliputi gerakan-gerakan dasar.
3)      Kemampuan perseptual
Kemampuan yang dapat membedakan visual, auditif, dan motoris.
4)      Kemampuan di bidang fisik
Kemampuan ini meliputi kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.
5)      Gerakan-gerakan skill
Dimulai dari ketrampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang kompleks.
6)      Gerakan ekspresif dan interpretative
Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decutsive.
(Sudjana, 2006: 22-31).
5.      Pembelajaran Matematika
Setiap guru matematika Sekolah Dasar (SD) mempunyai tugas yang kompleks. Tugas tersebut antara lain memahami dengan baik cara peserta didik belajar matematika untuk pembelajaran yang dilaksanakannya. Memahami cara mengerjakan matematika efektif, menggunaka cara-cara pembelajaran matematika serta memahami dan menerapkan cara memanfaatkan alat bantu belajar matematika SD.
Pembelajaran matematika di SD merupakan suatu permasalah yang menarik, karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat anak dengan hakikat matematika. Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berfikirnya. Hal ini terjadi karena tahap berfikir mereka masih belum stabil, malahan pada siswa di kelas-kelas rendah bukan tidak mungkin pada  tahapan operasional konkrit.
Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas jika dibandingkan dengan displin ilmu yang lain. Karena peserta didik yang belajar matematika itupun berbeda-beda pula kemampuannya, maka kegiatan belajar mengajar haruslah diatur sekaligus memperhatikan kemampuan belajar yang sesuai hakekat matematika (Hudoyo, 1990: 1).
Dalam pembelajaran matematika perlu diciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa sehingga siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis (Darsono dkk, 2001: 24).
Belajar-mengajar adalah kegiatan yang terjadi dalam satu kesatuan waktu dengan pelaku yang berbeda. Kegiatan siswa belajar dan guru mengajar berlangsung dalam proses yang bersamaan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ini berarti hubungan aktif antara guru dan siswa, siswa dengan siswa yang lainnya berlangsung dalam kaitan tujuan instruksional. Pelaksanaan interaksi senantiasa diperhitungkan untuk mencapai tujuan instruksional, sedangkan untuk mencapai tujuan instruksional tersebut diperlukan bahan, strategi, situasi, serta evaluasi (Sudjana, 2006: 2).
Bahan diperlukan sebagai isi interaksi, strategi menyangkut cara menyampaikan bahan atau isi interaksi itu. Situasi adalah kondisi yang memungkinkan proses interaksi itu dapat berlangsung dengan baik dan evaluasi dimaksudkan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan insruksional.
6.      Model Pembelajaran Make A Match
a.      Pengertian Metode Pembelajaran Make A Match
Model pembelajaran Make A Match dikembangkan oleh Lorna Curron. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Strategi ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan siswa (Isjoni, 2010: 77).
Teknik mencari pasangan atau Make A Match merupakan strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun materi barupun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan siswa diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas siswa telah memiliki bekal pengetahuan. Problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban dan soal yang akan diberikan. Contoh penerapan model pembelajaran Make A Match dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika pembelajaran berlangsung guru memberikan soal beserta pasangan jawabannya secara acak kepada siswa yang kemudian siswa mencari pasangan dari jawaban atau soal yang telah diberikan. Kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam mencari pasangan jawaban atau soal yang telah diberikan oleh guru.
Penerapan model Make A Match (dalam Isjoni, 2010:77) dari beberapa temuan bahwa model Make A Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang ada di tangan siswa, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat mencari pasangan kartu (Isjoni, 2010: 77).

b.      Langkah-langkah Model Pembelajaran Make A Match
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Make A Match yaitu sebagai berikut:
1)      Membuat potongan-potongan kertas sejumlah siswa yang ada dalam kelas.
2)      Mengisi kertas-kertas tersebut dengan jawaban atau soal sesuai materi yang telah diberikan.
3)      Mencocokkan semua kartu sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban.
4)      Membagikan soal atau jawaban kepada siswa.
5)      Memberi setiap siswa satu kertas dan menjelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. Separuh siswa akan mendapatkan soal dan separohnya akan mendapat jawaban.
6)      Meminta semua siswa untuk membentuk huruf U atau berhadapan.
7)      Meminta siswa menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan, terangkan juga agar mereka tidak memberi tahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain.
8)      Menambahkan langkah-langkah model Make A Match yaitu setelah setiap siswa menerima potongan kertas, mereka diberi waktu untuk memikirkan jawaban atau soal dari kertas yang diterimanya. Setiap siswa yang dapat menemukan pasangannya dengan tepat sebelum batas waktu diberi poin atau nilai.
9)      Mendiskusikan soal yang telah diterima dengan kelompok pasangan.
10)  Mengakhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan diskusi
(Tharmizi, 2010).
c.       Keunggulan dan Kelemahan Model Make A Match
Keunggulan pembelajaran model  Make A Match, antara lain:
1)      Siswa berpartisipasi lebih aktif dan menyenangkan dalam pembelajaran.
2)      Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan komprehensif.
3)      Siswa dengan kemampuan fisika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
4)      Siswa secara intrinsik dapat memberikan bukti dan penjelasan.
5)      Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
6)      Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.
Dari perspektif di atas, model Make A Match menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tidak lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan model Make A Match, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
7.      Model Pembelajaran Snowball Throwing
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Langkah-langkah model pembelajaran Snowball Throwing yaitu sebagai berikut :
a.       Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
b.      Membentuk kelompok-kelompok dan memanggil ketua kelompok untuk member penjelasan tentang materi
c.       Masing-masing ketua kelompok kembali kekelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan kembali materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
d.      Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
e.       Kemudian kertas yang berisi pertanyaan dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa lain selama ± 1 menit.
f.       Setelah siswa dapat satu bola dan satu pertanyaan, diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
g.      Memberikan evaluasi
h.      Mengakhiri kegiatan pembelajara dan menyimpulkan.
(Suprijono, 2009:128)
8.      Kerangka Berpikir
Dalam menumbuhkan hasil belajar yang tinggi, khususnya dalam pelajaran matematika yang dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan adalah menjadi tanggungjawab bersama, oleh sebab itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat mengetahui perbedaan individual siswa, lebih mengaktifkan siswa dan guru mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah Make A Match dan Snowball Throwing.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arifin. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip Teknik Prosedur. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hudoyo. 1990. Strategi Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang

Husaini, Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara.

Isjoni. 2010. Cooperative learning. Bandung : Alfabeta.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudjana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suherman, Dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : FPMIPA universitas Pendidikan Indonesia.

Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Surabaya: Pustaka Pelajar.

Tim penyusun kamus. 2004. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Zaini. 2007. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : CTSD.

1 komentar:

  1. sukses trs.....moga ni dta dpt bantu dlm menuju skripsi aku....

    BalasHapus